widget

Minggu, 12 November 2017

TREND SISTEM INFORMASI ATAU TEKNOLOGI INFORMASI DALAM BIDANG MEDIA

1.  Manfaat Media

      Dibawah ini merupakan manfaat dari TI atau SI dalam bidang media/ new media antara lain, mencakup beberapa bidang, yaitu:
  • Bidang Sosial, Dalam bidang ini masyarakat menggunakan berbagai macam jejaring sosial yang sekarang di minati masyarakat seperti facebook, twitter, skype, yahoo messenger, my space, dan sebagainya. Dalam bidang media sosial ini perkembangan teknologi informasi dapat memberikan banyak sekali manfaat, salah satunya adalah dapat mempertumakan individu dengan orang baru, dan menambah relasi antar individu. Dengan menggunakan jejaring sosial ini kita dengan mudah dapat menjalin komunikasi dengan semua user dibelahan dunia manapun. 
  • Bidang Industri/Dagang, Dalam bidang ini memudahkan bagi siapa pun yang ingin menawarkan/mempromosikan produk tertentu sehingga tidak susah susah untuk membuka toko dan promosi langsung didepan konsumen, melalui new media pedagang dapat mempromosikan produk nya melalui membuka online shop, bisa melalui facebook, twitter atau kaskus. 
  • Bidang Pendidikan, Dalam bidang ini sangat memudahkan bagi pelajar maupun pengajar dalam mendapatkan materi yang diinginkan dan dapat mengeksplor pikiran dan bahan pelajaran di sekolah mereka dengan mengakses informasi lebih luas dalam setiap mata pelajaran. Bisa melalui search engine kita bisa mendapatkan segala informasi, atau dengan fasilitas E-book, fasilitas email juga bisa membantu dalam proses menyelesaikan tugas atau saling tukar informasi. 
  • Bidang Lowongan Kerja, Dalam bidang ini bagi yang ingin mencari pekerjaan cukup searching di internet lalu mendaftar secara online bahkan bisa mengikuti tes masuk secara online juga, sehingga tidak perlu lagi datang dari kantor ke kantor menaruh cv lamaran kerja. 
  • Bidang hiburan, Pemanfaatan dari teknologi informasi dan juga komunikasi berikutnya adalah dalam hal hiburan. Teknologi informasi dan juga komunikasi saat ini mendukung media hiburan yang sangat banyak ragamnya bagi setiap orang. Contoh saja dari media hiburan berupa games, music, dan juga video, banyak orang yang bisa hilang dan juga lepas dai stress karena hiburan yang ditawarkan oleh perkembangan teknologi informasi dan komunikasi ini.
2. Tantangan new media
       Sejarah panjang perjalanan media massa di dunia mencatat, tantangan media massa dari zaman ke zaman mengalami pasang surut. Bagaiman kita mengetahui dalam abad pertengahan di Eropa, kehidupan media terkungkung oleh kekuasaan pemerintah monarki yang absolut. Abad 16 adalah abad kegelapan, dimana kekuasaan tentang kebenaran hanya di miliki oleh segelintir orang bijaksana, dan media harus mejadi corong-corong kekuasaan absolut tanpa kritik ( Authoritarian Theory ). Teori pers otoriter ini berinkarnasi pasca revolusi Oktober 1917 di Uni Soviet dengan kemasan yang berbeda tapi dengan isi yang sama. Akarnya adalah kekuasaan yang otoriter dalam bentuk partai Komunis. Pers harus melayani dan menjadi alat kekuasaan partai tanpa kebebasan.
       Di Indonesia, media massa jaman Orde Lama sewaktu Presiden Soekarno berkuasa, kehidupan pers kita tumbuh didalam kungkungan sistem pers otoriter yang terselubung. Berita tidak lagi semata-mata menarik, tetapi harus memiliki tujuan yang sejalan dengan cita-cita bangsa untuk menyelesaikan revolusi nasional. Di samping diberlakukanya lembaga SIT ( Surat Izin Tjetak ), pembredelan dan pembrangusan terus berjalan terhadap penerbitan-penerbitan pers yang tidak sejalan dengan politik pemerintah. Selama sistem demokrasi terpimpin dibawah kekuasaan Soekarno, kebebasan pers benar-benar terpasung. Kebebasan pers hanya merupakan angan-angan, setiap harinya surat kabar hanya memuat pidato-pidato para pejabat. Politik seakan-akan wilayah yang hanya boleh dijamah dengan kepala tertunduk. Jika suatu berita politik dianggap tidak menguntungkan pemerintah, bisa saja berita tersebut dikategorikan sebagai anti revolusi, mengancam keselamatan negara, atau subversif.
       Jaman Orde Baru dibawah kepemimpinan Jendral Soeharto, kehidupan pers Indonesia berubah dari sistem pers otoriter terselebung menjadi sistem pers otoriter yang terang-terangan. Pers kita terpasung dan menjadi “ Pak Turut “. Orde Baru membuat rambu-rambu untuk membatasi kebebasan pers seperti SIUPP ( Surat Izin Untuk Penerbitan Pers ) untuk penerbitan pers dan sensor terhadap pemberitaan pers. Tidak cukup sampai disitu saja, pers kita juga dihantui praktek instansi militer yang sewaktu-waktu “ meminta “ ditangguhkannya pemuatan berita hanya melalui telepon. Jika suatu media tidak memetuhi “ permintaan “ ini, maka pemerintah dapat mencabut SIUPP media bersangkutan. Dibawah rezim Orde Baru, pemerintah Indonesia benar-benar menganut siaten pers otoriter yang keras sekeras pemerintah rezim sebelumnya.
       Sekarang jaman telah berubah,” wind of the change” ( angin perubahan ) telah memberi nafas kebebasan bagi media massa di Indonsia. Akan tetapi pers kita bukannya tidak punya tantangan, kedepan justru tantangan media massa di Indonesia, bahkan diseluruh penjuru dunia semakin berat dan kompleks. 

      Ada beberapa tantangan bagi perkembangan media massa kedepan. Kita katogerikan dalam beberapa identifikasi, yaitu :
     2.1  Perubahan Sosial dan Budaya massa
       Perubahan sosial adalah proses sosial yang dialami oleh anggota masyarakat serta semua unsur-unsur budaya dan sistem-sistem sosial, dimana tingkat kehidupan masyarakat secara suka rela atau dipengaruhi unsur-unsur eksternal meninggalkan pola-pola kehidupan, budaya, dan sistem sosial lama kemudian menyesuaikan diri atau menggunakan pola-pola kehidupan, budaya, dan sistem sosial yang baru.
      Perubahan sosial terjadi ketika ada kesediaan anggota masyarakat untuk meninggalkan unsur-unsur budaya dan nilai sosial lama dan mulai beralih menggunakan unsur-unsur budaya dan nilai sosial yang baru. Perubahan sosial dipandang sebagai konsep yang serba mencakup seluruh kehidupan masyarakat baik pada tingkat individual, kelompok, masyarakat, negara, dan dunia yang mengalami perubahan.
       Hal-hal penting dalam perubahan sosial menyangkut aspek-aspek  sebagai berikut, perubahan pola pikir masyarakat, perilaku masyarakat dan perubahan budaya materi. Pertama, perubahan pola pikir dan sikap masyarakat menyangkut persoalan masyarakat terhadap berbagai persoalan sosial dan budaya disekitarnya  yang berakibat terhadap pemetaraan pola-pola pikir baru yang dianut masyarakat sebagai sebuah sikap modern, bahkan postmodern. Kedua, perubahan perilaku masyarakat menyangkut persoalan perubahan sistem-sistem sosial, dimana masyarakat meninggalkan sistem sosial lama dan menjalankan sistem sosial baru, seperti perubahan perilaku pengukuran kinerja suatu lembaga atau instansi. Ketiga, perubahan budaya materi menyangkut perubahan artefak budaya yang digunakan oleh masyarakat, seperti model pakaian, teknologi, termasuk teknologi informasi dan sebagainya.
       Dalam teori komunikasi massa, ada teori yang populer yang disebut Hypodermic Needle Theory, yaitu kondisi yang memposisikan media massa sebagai sesuatu yang sangat kuat pengaruhnya kepada audiens. Lebih lanjut teori ini mengasumsikan bahwa para pengelola media dianggap lebih pintar dari audiens. Cara kerja media massa dalam menyajikan informasi secara langsung dan kuat memberi rangsangan atau berdampak kuat pada diri khalayak. Teori ini juga dikenal sebagai teori peluru ( bullet theory ), artinya pesan yang dikirim media massa akan mengenai sasaran yakni penerima pesan, seperti peluru yang mengenai sasaran.
       Para peneliti ilmu sosial di masa yang lalu sangat meyakini teori ini sangat efektif untuk mengendalikan massa. Audiens bisa dikelabui sedemikian rupa dari apa yang disiarkan media massa. Teori ini juga mengasumsikan media massa mempunyai pemikiran bahwa khalayak bisa ditundukkan sedemikian rupa atau bahkan bisa dibentuk dengan cara apapun yang dikehendaki media. Jasson dan Anne Hill (1997 ), mengatakan, media massa dalam teori Jarum Hipordemik mempunyai efek langsung “ disuntikan “kedalam ketidaksadaran audiens. Posisi media dianggap sebagai kekuatan aktif yang powerfull dan khalayak dalam posisi pasif.
      Perubahan sosial masyarakat yang begitu cepat dan massif seperti yang dijelaskan diatas, sangat keliru jika praktisi media massa masih bersikukuh memegang asumsi teori hipormedik. Secara teori Herber Blumer dan Elihu Katz dalam bukunya The Uses on Mass Communications : Current Perspective on Grafication Reseach ( 1974 ), mengenalkan Uses and Gratification Theory sebagai antitesa dari teori Hipordemik.
      Teori ini mengatakan bahwa pengguna media massa memainkan peran aktif untuk memilih dan menggunakan media massa, khalayak adalah pihak yang aktif dalam proses komunikasi. Audiens berusaha mencari sumber media yang paling baik didalam usaha memenuhi kebutuhannya. Uses and Gratification atau kegunaan dan kepuasan mengasumsikan pengguna mempunyai pilihan-pilihan alternatif media mana yang dapat memuaskan kebutuhannya.
      Teori usus and gratification lebih menekankan pendekatan manusiawi  dalam melihat media massa. Manusia mempunyai otonom, wewenang, kemerdekaan untuk memperlakukan media massa. Blumer dan Katz percaya banyak jalan dan beribu alasan bagi khalayak mempunyai kebebasan untuk memilih, memilah dan  menggunakan media massa dan bagaimana dampaknya bagi mereka sesuai dengan kepuasan dan kebutuhannya.
     Dalam sebuah seminar tentang media dan komunikasi di era digital yang disele-nggarakan “ Australian Education International “ Kedubes Australia di Jakarta, kamis 22 mei 2008, dan dihadiri lebih dari 160 akademisi, pakar, perwakilan kalangan profesional. Pembicara Prof. Lynette Sheridan Burns mengatakan “ Saat ini pemirsa tidak lagi merasa puas hanya menerima informasi. Mereka ingin berinteraksi  dan melakukan hal tersebut secara serentak ( real time ) dengan menggunakan teknologi bergerak “. Selanjumya Ketua Jurusan Komunikasi Universitas Sidney Barat menambahkan, “ Transformasi ini berarti kita berpindah dari zaman transmisi satu arah ke zaman baru perbincangan dua arah dan mengubah sifat serta tujuan komunikasi itu sendiri “.
    2.2  Perkembangan Teknologi Media Massa
      Belum banyak buku yang secara implisit era terakhir sejarah evolusi teknologi informasi. Faktanya fenomena perkembangan dibidang teknologi informasi ( komputer dan telekomunikasi ) sejak pertengahan 1980-an sangat pesatnya.  Ketika sebuah seminar internasional mengenai internet diselenggarakan di San Fransisco pada tahun 1996, para praktisi teknologi informasi yang dahulu bekerja sama dalam penelitian untuk memperkenalkan internet ke dunia industri pun secara jujur mengaku bahwa mereka tidak pernah menduga perkembangan internet akan seperti sekarang ini.
     Ibarat biji pohon ajaib yang ditanam tiba-tiba tumbuh membelah diri menjadi pohon raksasa yang tinggi menjulang. Para ahli kesulitan untuk menemukan teori yang dapat menjelaskan semua fenomena yang terjadi sejak awal tahun 1990-an, mereka hanya mampu menyimpulkan fakta bahwa :
  • Tidak ada yang dapat menahan lajunya perkembangan teknologi informasi. Keberadaanya telah menghilangkan garis-garis batas antar negara dalam hal flow of information. Tidak ada negara yang mampu mencegah mengalirnya informasi dari atau ke luar negara lain, karena batasan negara tidak dikenal dalam dunia maya. Maka dunia ini sekarang disebut the global villlage, sebuah desa global atau desa besar yang penghuninya saling kenal dan saling menyapa satu sama lain.
  • Kenyataan bahwa lingkungan bisnis sering berubah dan perkembangannya sangat dinamis, hal yang paling memusingkan kepala para pimpinan dan manajemen perusahaan. Kompetisi menjadi sangat ketat, ditambah faktor eksternal lain, seperti politik ( demokrasi ), ekonomi ( krisis ), dan sosial budaya ( reformasi ), yang secara tidak langsung menghasilkan kebijakan dan peraturan-peraturan baru yang harus ditaati oleh perusahaan.  Contoh undang-undang ITE,  RUU  Rahasia Negara yang sedang digarap oleh DPR. Secara operasional, hal ini sangat menyulitkan para praktisi teknologi informasi dalam menyusun sistemnya.
       Straubhaar ( 2009 ) dalam bukunya Media Now, yang dikutip Kompas menunjukkan fenomena terkini dari perkembangan media, antara lain ditandai kehadiran teknologi multimedia. Perkembangan inovatif  bidang TI dan komunikasi bukan hanya menantang produk dan layanan yang lebih dulu ada dipasar. Teknologi ikut mempengaruhi gaya hidup masyarakat, termasuk dalam pola konsumsi media, seperti beralihnya pembaca surat kabar cetak ke media online. Media baru ini bukan hanya lebih mudah diakses tetapi juga lebih murah serta cepat karena dapat diakses lewat telepon seluler.
      Dari data yang dirilis Newspaper Association of Amerika pada tahun 2008, terjadi kenaikan jumlah pengunjung surat kabar online 12,1 persen. Pada tahun 2007 jumlah pengunjung surat kabar online 60 juta dan pada tahun 2008 meningkat menjadi 67,3 juta. Situs surat kabar nama besar yang paling banyak diakses, seperti The New York Times, USA Today, The Washington Post.
     2.3  Krisis Finansial Global
       Badai krisis keuangan di Amerika Serikat sejak tahun 2007, berkembang menjadi krisis ekonomi global, telah menyeret industri surat kabar negara itu menjadi bangkrut. Stop terbit, pengurangan tenaga kerja, redesain pun terjadi. PHK besar-besaran tidak dapat dihindarkan, dari Juni 2007 hingga Mei 2009 jumlah karyawan yang kena PHK telah mencapai 28.177 orang.
      Krisis ekonomi juga menghantam industri periklanan, ironisnya periklanan selama ini menjadi tulang punggung keuangan surat kabar. Pada tahun 2006 jumlah total pendapatan iklan industri surat kabar di Amerika mencapai 49,5 miliar dolar AS, tahun 2008 anjlok 23 persen menjadi 38 miliar dolar AS. Nilai saham perusahaan surat kabar di bursa saham juga menurun dratis.
       Media online Vivanews tanggal 17 Maret 2009, merilis satu lagi surat kabar AS tumbang terkena badai krisis ekonomi. Harian The Seatlle Post-Intelligencer, Senin 16 Maret 2009 mengumumkan mereka akan menerbitkan edisi cetak terakhir Selasa 17 Maret 2009 waktu setempat dan selanjutnya hanya terbit lewat internet. Surat kabar yang berdiri 1863 dengan nama Seatlle Gazette oplah hariannya mencapai 114.000 eksemplar. Harian ini menyatakan terpaksa menghentikan peredaran edisi cetaknya karena terus merugi sejak tahun 2000 dan kehilangan US$ 14 juta pada tahun 2008.
      “ Post-Intelligencer akan menjadi media cetak terbesar AS yang berubah ke edisi online, “ kata pengelola dalam halaman resminya seperti yang dikutip harian The Straits Times edisi Selasa, 17 Maret 2009. Seperti harian AS lainnya, Post-intelligencer berjuang mengatasi kehilangan pendapatan dari iklan, penurunan sirkulasi, dan pembaca yang beralih ke media gratis selama beberapa tahun terakhir. Kompas edisi Minggu 28 Juni 2009, memberitakan kabar terakhir dari manajemen The Boston Globe tengah berunding dengan serikat pekerja terkait rencana pemotongan gaji karyawannya.
3.  Elemen Media

     3.1  Komunikator 
       Komunikator dalam komunikasi massa berbeda dengan komunikator pada komunikasi interpersonal. Perbedaannya terletak pada pengiriman pesan. Dalam komunikasi interpersonal, komunikator dapat langsung mengirimkan pesan kepeda komunikan namun dalam komunikasi massa pengirim pesan merupakan institusi atau lembaga yang bekerja sama agar pesan dapat sampai kepada komunikan.
        Menurut Hiebert, Ungurait dan Bohn komunikator memiliki 3 sifat yaitu costliness yang berarti setiap pesan yang disampaikan kepada komunikan membutuhkan biaya. Complexity, sebelum pesan dapat dinikmati terdapat proses atau alur yang panjang yang melibatkan banyak orang di dalamnya. Compertiveness, adanya kompetisi yang terjadi antar media.Hiebert, Ungurait, dan Bohn (HUB) pernah mengemukakan setidak-tidaknya lima karakteristik:
  1. Daya saing (competitiveness), 
  2. Ukuran dan kompleksitas (size and complexity), 
  3. Industrialisasi (industrialization), 
  4. Spesalisasi (specialization), 
  5. Perwakilan (representation).
     3.2  Pesan
       Pesan terdiri atas Code dan Content.  Code  merupakan simbol yang digunakan  untuk menyampaikan pesan komunikasi, misalnya: kata-kata lisan, tulisan, foto, musik, dan film (moving picrures). Pada dasarnya dalam komunikasi massa media baru, sifat isi pesannya sama dengan media lama. Yaitu beebentuk pesan audio dan visual. Yang membedakan hanyalah media yang digunakan dalam penyampaian pesan tersebut. Content adalah isi atau makna dari suatu pesan, bagi setiap media massa mempunyai kebijakan sendiri-sendiri dalam pengelolaan isinya. Isi atau content dari komunikasi massa media baru secara umum hampir sama dengan media lama. Tetapi di sini, aspek hubungan juga memiliki peran yang setara dengan aspek isinya. Selain itu, pesan dalam komunikasi massa media baru dalam jumlah yang banyak, dapat dimampatkan dalam sebuah media yang praktis.
     3.3  Audience
     Audience yang dimaksud dalam komunikasi massa sangat beragam, dari jutaan penonton televisi, ribuan pembaca buku, majalah, koran atau jurnal ilmiah. Masing-masing audience berbeda satu sama lain di antaranya dalam hal berpakaian, berpikir, menanggapi pesan yang diterimanya, pengalaman, dan orientasi hidupnya. Akan tetapi, masing-masing individu bisa saling mereaksi pesan yang diterimanya.
       Menurut Hiebert dan kawan-kawan, audience dalam komunikasi massa setidak-tidaknya mempunyai lima karakteristik sebagai berikut:
  • Audience cenderung berisi individu-individu yang condong untuk berbagi pengalaman dan dipengaruhi oleh hubungan sosial di antara mereka. Individu-individu tersebut memilih produk media yang mereka gunakan berdasarkan seleksi kesadaran.
  • Audience cenderung besar. Besar disini berarti tersebar ke berbagai wilayah jangkauan sasaran komunikasi massa.
  • Audience cenderung heterogen. Mereka berasal dari berbagai lapisan dan kategori sosial. Beberapa media tertentu mempunyai sasaran, tetapi heterogenitasnya juga tetap ada.
  • Audience cenderung anonim, yakni tidak mengenal satu sama lain.
  • Audience secara fisik dipisahkan dari komunikator.
     3.4  Umpan Balik
     Ada dua umpan balik (feedback) dalam komunikasi, yakni umpan balik langsung (immediated feedback) dan tidak langsung (delayed feedback). Umpan balik langsung terjadi jika komunikator dan komunikan berhadapan langsung atau ada kemungkinan bisa berbicara langsung. Umpan balik secara tidak langsung, misalnya bisa ditunjukkan dalam letter to the editor/surat pembaca/pembaca menulis. Jika pada komunikasi lain umpan balik terjadi langsung saat komunikator berhadapan dengan komunikan, namun pada komunikasi massa, umpan balik terjadi secara tidak langsung dan membutuhkan waktu untuk sampai kepada komunikator.  
     3.5  Gangguan
  • Gangguan Saluran
Gangguan dalam saluran komunikasi massa biasanya selalu ada. Di dalam media gangguan berupa sesuatu hal, seperti kesalahan cetak, kata yang hilang, atau paragraf yang dihilangkan dari surat kabar. Gangguan juga bisa disebabkan oleh faktor luar. Misalnya, sepanjang menonton acara televisi atau membaca koran ada dua pasang anak-anak yang sedang berkelahi. Instrupsi orang lain ketika kita membaca majalah juga termasuk gangguan. Salah satu solusi untuk mengatasi adanya gangguan terhadap saluran (misalnya) adalah pengulangan cara yang disajikan. Cara lain untuk mengatasi gangguan adalah dengan mempertajam saluran komunikasi massa. Misalnya, menghindari munculnya gangguan gelombang pada radio dengan meningkatkan kulitas teknologi yang digunakannya, memperpanjang daya hidup baterai, mengoreksi secara detail kesalahan cetak paragraf pada surat kabar sebelum dicetak atau membersihkan kotoran pada layar televisi.
  • Gangguan Semantik
Semantik bisa diartikan sebagai ilmu bahasa yang mempelajari tentang tata kalimat. Oleh karena itu, gangguan semantik berarti gangguan yang berhubungan dengan bahasa. Gangguan semantik lebih rumit, kompleks, dan sering kali muncul. Bisa dikatakan, gangguan semantik adalah gangguan dalam proses komunikasi yang diakibatkan oleh pengirim atau penerima pesan itu sendiri. Di dalam komunikasi antarpersona, kita telah mengetahui gangguan semantik seperti kendala bahasa, perbedaan pendidikan, status sosial ekonomi, tempat tinggal, jabatan, umur, pengalaman, dan minat. Hambatan semantik dalam komunikasi massa berbeda, baik secara kuantitatif maupun kualitatif dari hambatan yang terjadi pada komunikasi antar pesona.
     3.6  Gatekeeper
       Istilah gatekeeper ini pertama kali dikenalkan oleh Kurt Lewin dalam bukunya Human Relations (1947), seorang ahli psikologi dari Australia pada tahun 1947. Kata tersebut merupakan sebuah istilah yang berasal dari lapangan sosiologi, tetapi kemudian digunakan dalam lapangan penelitian komunikasi massa.
       Di dalam komunikasi massa dengan salah satu elemennya adalah informasi, mereka yang bertugas untuk memengaruhi informasi itu (dalam media massa) bisa disebut dengan gatekeeper. Hal itu juga bisa dikatakan, gatekeeper lah yang memberi izin bagi tersebarnya sebuah berita.
       Secara umum, peran gatekeeper sering dihubungkan dengan berita, khususnya surat kabar. Editor sering melaksanakan fungsi sebagai gatekeeper ini. Mereka menentukan apa yang dibutuhkan khalayak atau sedikitnya menyediakan bahan bacaan untuk pembacanya. Seoranggatekeeper bisa juga seorang produser film yang mengedit gambar dari gambar aslinya, menyensor, dan sekaligus mana bagian yang tidak sesuai.
     3.7  Pengatur
       Yang dimaksud pengatur dalam media massa adalah mereka yang secara tidak langsung ikut memengaruhi proses aliran pesan media massa. Pengatur ini tidak berasal dari dalam media tersebut, tetapi diluar media. Namun demikian, meskipun diluar media massa, kelompok itu bisa ikut menentukan kebijakan redaksional. Pengatur tersebut antar lain pengadilan, pemerintah, konsumen, organisasi professional, dan sekelompok penekan, termasuk narasumber, dan pengiklanan. Semua itu berfungsi sebagai pengatur. Pengatur bukanlah gatekeeper. Wilayah gatekeeper di dalam memengaruhi secara langsung kebijakan media. Sementara itu, pengatur itu di luar media biasanya masyarakat atau pemerintah, tetapi secara tidak langsung ikut memengaruhi kebijakan media.
     3.8  Filter
      Filter adalah kerangka pikir melalui mana audience menerima pesan. Filter ibarat sebuah bingkai kacamat tempat audience bisa melihat dunia. Hal ini berarti dunia riil yang diterima dalam memori sangat tergantung dari bingkai tersebut. Ada beberapa filter, antara lain fisik, psikologi, budaya (warisan budaya, pendidikan, pengalaman kerja, sejarah politik), dan yang berkaitan dengan informasi. Semua filter tersebut akan memengaruhi kuantitas atau kualitas pesan yang diterima dan respons yang dihasilkan. Sementara itu, audience memiliki perbedaan filter satu sama lain (Hiebert, Ungurait, dan Bohn 1985). Contohnya : Media baru yang tidak memiliki batasan alias globalisasi membuat masyarakat menjadi lebih cepat melakukan revolusi atau perubahan sehingga mempengaruhi pola kehidupan masyarakat tersebut. Selain itu pada media baru cenderung terjadi westernisasi dan modernisasi. Jadi filter disini tidak terlalu berperan karena tidak ada lagi batas ruang dan waktu.
4.  Contoh Studi Kasus Meningkatkan Peringkat di Search Engine Google
       SEO merupakan strategi pemasaran yang sangat efektif, ANA (Association of National Advertisers) melaporkan di bulan Oktober tahun 2001 bahwa 79 persen dari kebanyakan perusahaan-perusahaan besar di Amerika menggunakan Internet sebagai media promosi, dan 75 persen darinya menggunakan strategi pemasaran SEO.
      Setelah para pengunjung yang "targeted" masuk ke situs web, maka kita harus siap menyambut mereka dengan isi yang baik dan informatif, dan penulisan penjualan yang menggugah serta follow-up yang harus kita lakukan terhadap mereka.
   Dibawah ini ada tiga contoh kasus bisnis di bawah ini (diambil dari www.b2bmarketingbiz.com membantu Anda memahaminya.

1. Perusahaan Perangkat Lunak:
      Suatu perusahaan bernama welocalize.com, adalah perusahaan penyedia solusi sistem globalisasi, mendapatkan kontribusi penjualan melalui strategi SEO dan mendapatkan klien dari perusahaan-perusahaan besar berbasis multinasional walaupun hanya memiliki tim penjualan yang terbatas namun didukung oleh strategi pemasaran yang efektif. Bahkan beberapa kontrak bisnisnya bernilai enam angka dalam satuan dolar amerika. Proyeknya berupa pengintegrasian situs-situs web, intranet dan ekstranet demi kemudahan para staf, klien dan mitra bisnis di seluruh dunia.
2. Perusahaan Penyedia Solusi Konferensi:
       Karena putus asa dengan kampanye iklan banner-nya, perusahaan ini memutuskan untuk merealokasikan seluruh anggaran pemasaran online-nya dengan strategi SEO, dengan menggunakan sebuah perusahaan yang memang pakar di bidang SEO, yang bernama Webster Group International. Alhasil dari strategi tersebut adalah peningkatan penjualan hingga 500 persen dalam waktu 18 bulan. Dan saat itu tidak ada strategi pemasaran lain yang digunakan.
     Strategi SEO yang dilakukan perusahaan ini termasuk meluncurkan banyak situs penjualan yang kemudian dioptimisasi untuk situs pencari. Hal ini memang sangat bermanfaat, mengapa? Karena beberapa direktori web hanya akan memasukkan halaman utamanya saja.
     Dengan lebih dari satu produk yang dijual, kemudian membuat banyak situs web untuk masing-masing produk merupakan strategi yang bagus untuk meningkatkan visibilitas di Internet demi meningkatkan penjualan.

3. Perusahaan Eceran yang Menjual Asesoris Kamera: 
      Perusahaan yang bernama DCProDirect berhasil menaikkan pendapatannya hingga 24 persen dalam waktu enam bulan melalui SEO, yaitu dengan menggunakan pelayanan yang disebut Inceptor. “Suatu perusahaan teknologi yang spesialisnya membantu perusahaan eceran untuk memasukkan ribuan dari Stock Keeping Units-nya agar terdaftar di situs pencari,” demikian kata Marketing Sherpa. Tantangannya adalah bagaimana melakukan ekspansi pemasaran ke dunia internet tanpa meningkatkan biaya untuk mengonversi prospek menjadi customer. Selanjutnya, perusahaan ini membandingkan tiga strategi pemasaran online, yaitu: iklan banner, direct mail dan SEO. Sebelum melakukan SEO, data pada log file  hanya akan menunjukkan 4 persen dari para pengunjung yang berasal dari situs pencari, lalu akhirnya hanya memberikan kontribusi penjualan kurang dari 1 persen. Setelah itu, dalam waktu enam bulan setelah melakukan SEO, meningkat 24 persen dari penjualan online DCProDirect yang berasal dari para yang datang dari situs pencari. Berdasarkan perbandingan tida media promosi, yaitu iklan banner, direct mail, dan SEO perusahaan tersebut mendapati bahwa SEO telah memberikan rasio penjual yang lebih tinggi secara dramatis.

Sumber :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar