Ebiet G. Ade
|
|
Nama lahir
|
Abid Ghoffar bin Aboe Dja'far
|
Lahir
|
|
Pekerjaan
|
|
Tahun aktif
|
1979 - sekarang
|
Pasangan
|
Koespudji Rahayu Sugianto
|
Anak
|
Abietyasakti "Abie" Ksatria
Kinasih
Aderaprabu "Dera" Lantip Trengginas
Byatriasa "Yayas" Pakarti
Linuwih
Segara "Dega" Banyu Bening |
Orang tua
|
Aboe Dja'far (ayah)
Saodah (ibu) |
Situs resmi
|
|
Tanda tangan
|
Ebiet G. Ade (lahir di Wanadadi, Banjarnegara, Jawa
Tengah, 21 April 1954; umur 58 tahun) adalah seorang penyanyi danpenulis
lagu berkewarganegaraan Indonesia. Ebiet dikenal dengan lagu-lagunya yang
bertemakan alam dan duka derita kelompok tersisih. Lewat lagu-lagunya yang
ber-genre balada, pada awal kariernya, ia 'memotret' suasana
kehidupanIndonesia pada akhir tahun 1970-an hingga sekarang. Tema
lagunya beragam, tidak hanya tentang cinta, tetap ada juga lagu-lagu bertemakan alam,
sosial-politik, bencana, religius, keluarga, dll. Sentuhan musiknya sempat
mendorong pembaruan pada dunia musik pop Indonesia. Semua lagu ditulisnya sendiri, ia tidak pernah menyanyikan
lagu yang diciptakan orang lain, kecuali lagu Mengarungi Keberkahan Tuhan yang ditulis bersama dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.genre balada, pada awal kariernya, ia 'memotret' suasana
kehidupanIndonesia pada akhir tahun 1970-an hingga sekarang. Tema
lagunya beragam, tidak hanya tentang cinta, tetap ada juga lagu-lagu bertemakan alam,
sosial-politik, bencana, religius, keluarga, dll. Sentuhan musiknya sempat
mendorong pembaruan pada dunia musik pop Indonesia. Semua lagu ditulisnya sendiri, ia tidak pernah menyanyikan
lagu yang diciptakan orang lain, kecuali lagu Mengarungi Keberkahan Tuhan yang ditulis bersama dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Kehidupan pribadi
Terlahir dengan nama Abid Ghoffar bin Aboe
Dja'far di Wanadadi, Banjarnegara[1], merupakan
anak termuda dari 6 bersaudara, anak Aboe Dja'far, seorang PNS, dan Saodah,
seorang pedagang kain. Dulu ia memendam banyak cita-cita, seperti insinyur, dokter, pelukis. Semuanya
melenceng, Ebiet malah jadi penyanyi -- kendati ia lebih suka disebut penyair
karena latar belakangnya di dunia seni yang berawal dari kepenyairan[2].
Setelah lulus SD, Ebiet masuk PGAN (Pendidikan Guru Agama
Negeri) Banjarnegara.
Sayangnya ia tidak betah sehingga pindah ke Yogyakarta. Sekolah
di SMP Muhammadiyah 3 dan melanjutkan ke SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta. Di sana ia aktif di PII (Pelajar Islam Indonesia). Namun, ia tidak dapat
melanjutkan kuliah ke Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada karena ketiadaan biaya.
Ia lebih memilih bergabung dengan grup vokal ketika ayahnya yang pensiunan
memberinya opsi: Ebiet masuk FE UGM atau kakaknya yang baru ujian lulus jadi
sarjana di Universitas Jenderal Soedirman,Purwokerto.[3]
Nama Ebiet didapatnya dari pengalamannya
kursus bahasa Inggris semasa SMA.
Gurunya orang asing, biasa memanggilnya Ebiet, mungkin karena mereka
mengucapkan A menjadi E. Terinspirasi dari tulisan Ebiet di bagian punggung
kaos merahnya, lama-lama ia lebih sering dipanggil Ebiet oleh teman-temannya.
Nama ayahnya digunakan sebagai nama belakang, disingkat AD, kemudian ditulis
Ade, sesuai bunyi penyebutannya, Ebiet G. Ade. Kalau dipanjangkan, ditulis
sebagai Ebiet Ghoffar Aboe Dja'far. [4][5]
Sering keluyuran tidak keruan, dulu Ebiet
akrab dengan lingkungan seniman muda Yogyakarta pada tahun 1971.
Tampaknya, lingkungan inilah yang membentuk persiapan Ebiet untuk mengorbit.
Motivasi terbesar yang membangkitkan kreativitas penciptaan karya-karyanya
adalah ketika bersahabat dengan Emha Ainun Nadjib (penyair), Eko Tunas(cerpenis), dan E.H. Kartanegara (penulis). Malioboro menjadi semacam rumah bagi Ebiet ketika kiprah kepenyairannya diolah,
karena pada masa itu banyak seniman yang berkumpul di sana.
Meski bisa membuat puisi, ia mengaku
tidak bisa apabila diminta sekedar mendeklamasikan puisi. Dari
ketidakmampuannya membaca puisi secara langsung itu, Ebiet mencari cara agar
tetap bisa membaca puisi dengan cara yang lain, tanpa harus berdeklamasi.
Caranya, dengan menggunakan musik. Musikalisasi puisi, begitu istilah yang
digunakan dalam lingkungan kepenyairan, seperti yang banyak dilakukannya pada
puisi-puisi Sapardi
Djoko Damono. Beberapa puisi Emha bahkan sering dilantunkan Ebiet
dengan petikan gitarnya. Walaupun begitu, ketika masuk dapur rekaman, tidak
sebiji pun syair Emha yang ikut dinyanyikannya. Hal itu terjadi karena ia
pernah diledek teman-temannya agar membuat lagu dari puisinya sendiri. Pacuan
semangat dari teman-temannya ini melecut Ebiet untuk melagukan puisi-puisinya.
Karier
Ebiet G. Ade bersama
PresidenSusilo Bambang Yudhoyono.
Ebiet pertama kali belajar gitar dari
kakaknya, Ahmad Mukhodam, lalu belajar gitar di Yogyakarta dengan Kusbini. Semula ia
hanya menyanyi dengan menggelar pentas seni di Senisono, Patangpuluhan, Wirobrajan, Yogyakarta dan juga di Jawa Tengah,
memusikalisasikan puisi-puisi karya Emily Dickinson, Nobody, dan mendapat tanggapan positif dari pemirsanya. Walau begitu ia masih
menganggap kegiataannya ini sebagai hobi belaka. Namun atas dorongan para
sahabat dekatnya dari PSK (Persada Studi Klub yang didirikan oleh Umbu
Landu Paranggi) dan juga temannya satu kos, akhirnya Ebiet bersedia
juga maju ke dunia belantika musik Nusantara. Setelah berkali-kali ditolak di
berbagai perusahaan rekam, akhirnya ia diterima di Jackson Record pada tahun 1979.[6]
Jika semula Ebiet enggan meninggalkan
pondokannya yang tidak jauh dari pondok keraton, maka fakta telah menunjuk
jalan lurus baginya ke Jakarta. Ia melalui rekaman demi rekaman dengan sukses.
Sempat juga ia melakukan rekaman di Filipina untuk mencapai hasil yang lebih baik, yakni album Camellia III. Tetapi, ia menolak
merekam lagu-lagunya dalam bahasa Jepang,
ketika ia mendapat kesempatan tampil di depan publik di sana.
Pernah juga ia melakukan rekaman di Capitol
Records, Amerika Serikat,
untuk album ke-8-nya Zaman. Ia menyertakan Addie M.S. danDodo Zakaria sebagai rekan yang membantu musiknya.
Lagu-lagunya menjadi trend baru dalam
khasana musik pop Indonesia. Tak heran, Ebiet sempat merajai dunia musik pop
Indonesia di kisaran tahun 1979-1983.
Sekitar 7 tahun Ebiet mengerjakan rekaman di Jackson Record. Pada tahun 1986, perusahaan
rekam yang melambungkan namanya itu tutup dan Ebiet terpaksa keluar. Ia sempat
mendirikan perusahaan rekam sendiri EGA Records, yang memproduksi 3 album, Menjaring
Matahari, Sketsa
Rembulan Emas, dan Seraut Wajah.
Sayang, pada tahun 1990, Ebiet yang
"gelisah" dengan Indonesia, akhirnya memilih "bertapa" dari
hingar bingar indutri musik dan memilih berdiri di pinggiran saja. Baru pada
tahun1995 ia mengeluarkan album Kupu-Kupu Kertas (didukung oleh Ian Antono, Billy J. Budiardjo (alm), Purwacaraka, dan Erwin Gutawa) dan Cinta
Sebening Embun (didukung olehAdi Adrian dari KLa Project). Pada
tahun 1996 ia mengeluarkan album Aku Ingin Pulang (didukung oleh Purwacaraka dan Embong Rahardjo).
Dua tahun berikutnya ia mengeluarkan album Gamelan yang memuat 5 lagu lama yang diaransemen ulang dengan musik gamelan oleh Rizal Mantovani.
Pada tahun 2000 Ebiet mengeluarkan albumBalada Sinetron Cinta dan tahun 2001 ia mengeluarkan album Bahasa Langit, yang didukung oleh Andi Rianto, Erwin
Gutawa dan Tohpati. Setelah
album itu, Ebiet mulai lagi menyepi selama 5 tahun ke depan.
Ebiet adalah salah satu penyanyi yang
mendukung album Kita Untuk Mereka, sebuah album yang
dikeluarkan berkaitan dengan terjadinya tsunami 2004,
bersama dengan 57 musisi lainnya. Ia memang seorang penyanyi spesialis tragedi,
terbukti lagu-lagunya sering menjadi tema bencana.
Pada tahun 2007, ia mengeluarkan album baru berjudul In Love: 25th Anniversary (didukung oleh Anto Hoed), setelah
5 tahun absen rekaman. Album itu sendiri adalah peringatan buat ulang tahun
pernikahan ke-25-nya, bersama pula 13 lagu lain yang masih dalam aransemen
lama. [7]
Kemunculan kembali Ebiet pada 28 September
2008 dalam acara Zona 80 di Metro TV cukup menjadi obat bagi para penggemarnya. Dengan dihadiri para sahabat di
antaranyaEko Tunas, Ebiet G
Ade membawakan lagu lama yang pernah popular pada dekade 80-an.
Singles
Sebagian besar lagu Ebiet G. Ade
didasarkan tentang bencana. Di bulan Juni 1978, ia menulis " Berita Kepada
Kawan " setelah bencana gas beracun di Dataran
Tinggi Dieng. Pada tahun 1981, ia menulis " Sebuah Tragedi 1981
" mengenai tenggelamnya KMP Tampomas II di Kepulauan
Masalembu. Setelah letusan Gunung Galunggung pada 1982, ia menulis " Untuk Kita Renungkan ". Lagu " Masih
Ada Waktu " juga didasarkan saat kejadian kecelakaan kereta api Bintaro.
Keluarga
Menikah dengan Koespudji Rahayu Sugianto
(atau lebih dikenal sebagai Yayuk Sugianto, kakak penyanyi Iis Sugianto) pada
tanggal 4 Februari 1982, ia dikaruniai
4 anak, 3 laki-laki dan 1 perempuan:
§ Abietyasakti
"Abie" Ksatria Kinasih (lahir 8 Desember 1982)
§ Segara "Dega"
Banyu Bening (lahir 11 Desember 1989).
Mereka bertempat tinggal di kawasan Ciganjur,
Jagakarsa, Jakarta Selatan.
Anak sulung Ebiet, Abie juga memiliki
bakat musik, dan sering mewakili Ebiet dalam mengecek sound system menjelang ayahnya manggung.
Ebiet juga seorang penggemar golf, namun sejak
terjadinya bencana tsunami 2004, ia tidak pernah lagi main golf.
Diskografi
Tidak seluruh album yang dikeluarkan Ebiet
G. Ade berisi lagu baru. Pada tahun-tahun terakhir, ia sering mengeluarkan
rilis ulang lagu-lagu lamanya, baik dengan aransemen asli maupun dengan
aransemen ulang. Dan pada tahun-tahun terakhir Ebiet banyak memilih
berkolaborasi dengan musisi-musisi berbakat.
Jumlah album kompilasinya yang dikeluarkan
melebihi album studionya. Sejauh ini terdapat sedikitnya 25 album kompilasinya
yang diterbitkan oleh berbagai perusahaan rekam.
Album studio
§ Camellia I (1979)
§ Camellia II (1979)
§ Camellia III (1980)
§ Camellia 4 (1980)
§ Langkah
Berikutnya (1982)
§ Tokoh-Tokoh (1982)
§ 1984 (1984)
§ Zaman (1985)
§ Isyu! (1986)
§ Menjaring
Matahari (1987)
§ Sketsa
Rembulan Emas (1988)
§ Seraut Wajah (1990)
§ Kupu-Kupu Kertas (1995)
§ Cinta
Sebening Embun (1995)
§ Aku Ingin Pulang (1995)
§ Balada Sinetron Cinta (2000)
§ Bahasa Langit (2001)
§ Masih Ada Waktu (2008)
Kompilasi
§ Lagu-Lagu Terbaik I
Ebiet G. Ade (1987)
§ Lagu-Lagu Terbaik II Ebiet G. Ade (1987)
§ Lagu-Lagu Terbaik III
Ebiet G. Ade (1987)
§ Lagu-Lagu Terbaik IV
Ebiet G. Ade (1987)
§ 20 Lagu Terpopuler Ebiet
G. Ade (1988)
§ Perjalanan Vol. I (1988)
§ Perjalanan
Vol. II (1988)
§ Seleksi Album Emas (1990)
§ Seleksi Album Emas II (1994)
§ 16 Lagu Puisi Cinta
Ebiet G. Ade (1995)
§ Kumpulan Lagu-Lagu
Religius (1996)
§ Hidupku MilikMu -
Kumpulan Lagu-Lagu Religius Vol. II(1996)
§ 21 Tembang Puisi Dan
Kehidupan (1996)
§ 20 Lagu Terpopuler (1997)
§ Lagu-Lagu Terbaik (1997)
§ Renungan Reformasi (1997)
§ 16 Koleksi Terlengkap
Ebiet G. Ade (1997)
§ 12 Lagu Terbaik Ebiet G.
Ade (1979-1986; 1997)
§ 12 Lagu Terbaik Ebiet G.
Ade Volume II (1979-1986; 1997)
§ Ilham Seni (1998)
§ Best of the Best (1999)
§ Akustik (2001)
§ Balada Country (2002)
§ M. Nasir vs Ebiet G. Ade
- Penyair Nusantara (2002)
§ Nyanyian Cinta (2003)
§ Tembang Renungan Hati (2003)
§ Tembang Slow (2004)
§ Kumpulan Lagu-Lagu
Terbaik (2004)
§ 22 Lagu Hits Sepanjang
Masa (2005)
§ Yogyakarta (2006)
§ Tembang Cantik (2006)
Lagu dari album lain
§ Untuk Anakku Tercinta (1983)
§ Surat Dari Desa (1987) dalam album Lomba Cipta Lagu Pembangunan 1987.
§ Berita kepada Kawan (1995; versi duet dengan M. Nasir)
§ Mengarungi Keberkahan
Tuhan (2007; ditulis bersama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono)
Penghargaan
Ebiet G. Ade telah menerima sejumlah
penghargaan, antara lain[8]:
§ 18 Golden dan Platinum
Record dari Jackson Record dan label lainnya dari albumCamellia I hingga Isyu!
§ Biduan Pop Kesayangan
PUSPEN ABRI (1979-1984)
§ Pencipta Lagu Kesayangan
Angket Musica Indonesia (1980-1985)
§ Penghargaan Diskotek
Indonesia (1981)
§ 10 Lagu Terbaik ASIRI
(1980-1981)
§ Penghargaan Lomba Cipta
Lagu Pembangunan (1987)
§ Penyanyi kesayangan
Siaran Radio ABRI (1989-1992)
§ BASF Awards (1984 - 1988)
§ Penyanyi solo dan balada
terbaik Anugerah Musik Indonesia (1997)
§ Lagu Terbaik AMI Sharp
Award (2000)
§ Penghargaan Lingkungan
Hidup (2005)
§ Duta Lingkungan Hidup (2006)
§ Penghargaan Peduli Award
Forum Indonesia Muda (2006)
§ Sejumlah penghargaan
dari berbagai lembaga independen.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar